Kementerian Agama adalah sebuah lembaga Negara yang memiliki peran dan fungsi pelayanan dan bimbingan di bidang agama. Keberadaan lembaga Negara ini dilatarbelakangi kondisi bangsa Indonesia yang religius. Hal tersebut tercermin baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun dalam kehidupan bernegara. Di lingkungan masyarakat terlihat terus meningkat kesemarakan dan kekhidmatan kegiatan keagamaan, baik dalam bentuk ritual, maupun dalam bentuk sosial keagamaan. Semangat keagamaan tersebut, tercemin pula dalam kehidupan bernegara yang dapat dijumpai dalam falsafah Negara pancasila, UUD 1945, GBHN dan memberi jiwa dan warna pada pidato-pidato kenegaraan.
Pembentukan Kementerian Agama adalah suatu bukti bahwa agama merupakan elemen yang amat penting dan terkait secara fungsional dengan kehidupan bernegara. Para founding fathers negara pada waktu itu menyadari perlunya pengaturan dan kebijakan negara yang berkaitan dengan urusan agama melalui lembaga Kementerian Agama. Kementerian Agama dibentuk dalam rangka memenuhi kewajiban Pemerintah untuk melaksanakan isi Undang-Undang Dasar 1945 khususnya pasal 29. Karena itu, Kementerian Agama bekerja untuk melindungi kepentingan agama dan umat beragama.
Secara filosofis, sosio politis dan historis agama bagi bangsa Indonesia sudah berurat dan berakar dalam kehidupan bangsa. Itulah sebabnya para tokoh dan pemuka agama selalu tampil sebagai pelopor pergerakan dan perjuangan kemerdekaan baik melalui partai politik maupun sarana lainnya. Perjuangan gerakan kemerdekan tersebut melalui jalan yang panjang sejak zaman colonial Belanda sampai kalahnya Jepang pada perang Dunia ke II. Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945. Pada masa kemerdekaan kedudukan agama menjadi lebih kokoh dengan ditetapkannya Pancasila sebagai ideology dan falsafah Negara dan UUD 1945. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa yang diakui sebagai sumber dari sila-sila lainnya mencerminkan karakter bangsa Indonesia yang sangat religius dan sekaligus memberi makna rohaniah terhadap kemajuan-kemajuan yang akan dicapai.
Dua hari pasca pembacaan teks proklamasi, rapat sederhana digelar untuk mendiskusikan beberapa kementerian yang akan menopang kerja pemerintah Indonesia yang baru merdeka. Waktu itu, tampak hadir antara lain Kasman Singodimejo, tokoh Muhammadiyah masa awal kemerdekaan, Sutardjo Kartohadikusumo, Wakil Ketua I Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP), dan Latuharhary, Wakil Ketua II KNIP. Mereka adalah panitia yang menggodok pembentukan kementerian yang akan membantu kerja presiden.
KNIP adalah lembaga legislatif setingkat Dewan Perwakilan Rakyat pada awal kemerdekaan. Saat rapat, menginjak pembahasan kementerian agama, Latuharhary keberatan. “Masalahnya siapa yang akan menjadi menteri agama yang dapat diterima semua pihak?” keluhnya. Singkat cerita, akhirnya, kementerian agama ditangguhkan. Untuk sementara, urusan agama dimasukkan dalam kementerian pendidikan dan kebudayaan.
Kurang lebih tiga bulan setelah rapat pembahasan, KNIP menggelar sidang pleno di gedung Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, tanggal 24-28 Nopember 1945. Presiden Soekarno dan Mohammad Hatta, wakilnya, serta anggota KNI Daerah (KNID) turut memadati gedung kampus yang terletak di Salemba, Jakarta Pusat itu.
Hasil rapat yang digelar sebelumnya diplenokan di sini. Ruangan menjadi riuh saat pandangan umum dari wakil-wakil KNI Daerah. Mereka menyuarakan berbagai aspirasi yang dibawa dari berbagai daerah. Terutama, saat pandangan umum dari wakil KNI Karesidenan Banyumas, Jawa Tengah. KH. Saleh Suaidi, yang berperan sebagai juru bicara unjuk pendapat, “Hendaknya janganlah urusan agama di negara yang baru merdeka ini diikutkan kepada kementerian pendidikan dan kebudayaan saja, tetapi mestinya didirikan kementerian agama yang khusus dan tersendiri,” usulnya. Gagasan tersebut, ternyata mendapatkan dukungan mayoritas, secara aklamasi, dari utusan golongan dan Badan Pekerja (BP) KNIP, semacam Majelis Permusyawaratan Rakyat tempo dulu. Kementerian ini kemudian disahkan berdasarkan Penetapan Pemerintah Nomor I/SD, tanggal 3 Januari 1946, bertepatan tanggal 24 Muharram 1364 H. Menteri pertamanya adalah Mohammad Rasyidi. Pada tahun 1960 melalui Keputusan Presiden No. 21 Tahun 1960 dan Peraturan Menteri Agama No. 14 Tahun 1960, istilah DEPARTEMEN berubah menjadi Kementerian.
Lahirnya Kementerian Agama di Indonesia –sebagaimana telah disinggung di atas – menjadi titik tolak berdirinya Kantor Kementerian Agama di seluruh wilayah Indonesia, baik di tingkat Propinsi – yang disebut kantor wilayah- maupun tingkat Kabupaten – yang disebut kantor kabupaten. Begitu juga, berdirinya Kantor Kementerian Agama Kabupaten Musi Banyuasin, tidak terlepas dari berdirinya Kantor Wilayah Kementerian Agama Prop. Sumatera Selatan, karena Kementerian Agama merupakan institusi yang bersifat vertikal, dari pusat di Jakarta hingga di Kecamatan, walaupun di era otonomi daerah saat ini.
Seiring perjalanan waktu susunan organisasi Kementerian Agama mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Begitu juga dengan struktur organisasi kantor Kementerian Agama Kab. Musi Banyuasin mengalami perubahan mengikuti perkembangan organisasi Kementerian Agama di tingkat Pusat maupun tingkat propinsi. Kantor Kementerian Agama Kab. Musi Banyuasin berdiri pada tahun 1976 – dua puluh tahun setelah berdirinya Kabupaten Musi Banyasin pada tahun 1956 -. Awalnya bernama Kantor Urusan Agama Kabupaten. Pada saat itu yang menjadi pimpinannya adalah, 1) K.H. Abdul Kadir Maturidi dan 2) Abu Hasan Ya’cub. Setelah itu menjadi Kantor Perwakilan Kementerian Agama Kabupaten Musi Banyuasin. Kepala Kantor perwakilan pertama saat itu adalah H. Abu Bakar. Kantor pertamanya adalah di rumah Depati Daud.
Kantor Kementerian Agama Kab. Muba telah mengalami beberapa kali perpindahan. Setelah berkantor di rumah depati Daud, telah mengalami enam kali pindah. Di antaranya pernah berkantor di Komplek Pemda (sekarang gedung Petro Muba), kemudian di bawah rumah H. Hasan Kp. 7. Baru pada tahun 1978, Kantor Kementerian Agama Kab. Muba berpindah di Jl. Perjuangan No.319 sampai saat ini. Saat itu Kepala Kantor dijabat oleh H. Rasyidin. Tanah tempat dibangunnya Kantor Dep. Agama Kab. Musi Banyuasin di Jl. Perjuangan merupakan hibah dari Bupati Musi Banyuasin, yang waktu itu Bupatinya adalah H. Amir Hamzah.
Struktur organisasi Kantor Perwakilan Dep. Agama Kab. Muba pada saat itu terdiri dari, 1) Inspeksi Urusan Agama Islam, 2) Inspeksi Penerangan Agama Islam, dan 3) Inspeksi Pendidikan Agama Islam. Dua tahun kemudian, yakni tahun 1978, terjadi perubahan nama dari kantor perwakilan menjadik Kantor Kementerian Agama. Perubahan nama tersebut, diikuti oleh perubahan istilah dari Inspeksi menjadi seksi, 1) Seksi Urais, 2) Seksi Penais dan 3) seksi Pendais.
Seiring perkembangan zaman, struktur organisasi Kantor Kementerian Agama Kab. Muba mengalami perubahan. Saat ini, strukturnya terdiri dari, 1) Kepala, 2) Sub. Bagian Tata Usaha, 3) Seksi Urais, 4) Seksi Haji dan Umroh, 5) Seksi Mapenda, 6) Seksi Penamas, 7) Seksi PD. Pontren, dan 8) Penyelenggara Zakat dan Wakaf. Sampai saat ini, Kantor Kementerian Agama Kab. Musi Banyuasin terus menjalankan fungsi dan perannya sebagai pelopor etika berbangsa, inspirator pembangunan dan motivator bagi terciptanya kehidupan beragama yang kondusif dan dinamis dalam mewujudkan kehidupan yang agamis/ religius